Selasa, 25 Oktober 2011

Guru dan Nasionalisme


Oleh : Isti Qoriyah (Universitas Terbuka Purwokerto, Pendidik)
Damai di bumi Indonesia tengah terancam. Ledakan bom yang terjadi sejak belakangan ini merupakan isyarat betapa rapuhnya Indonesia dalam keamanan. Bila boleh disebut,sebabnya adalah krisis ideologi sehingga perlu ada upaya merevitalisasi ideologi dalam diri bangsa ini.
Salah satunya berangkat dari peran guru. Guru musti diberi pemahaman maknamakna baru hakikat nasionalisme bangsa yang berpijak di atas dasar negara, yakni Pancasila. Sebuah ideologi yang pro terhadap kedamaian, kemanusiaan, dan keadilan. Guru harus mampu mendefinisikan kembali arti nasionalisme serta menyinergiskannya dengan gagasan-gagasan keagamaan,ideologi,dan cita-cita kemanusiaan.
Kemunculan gejala “kebangkitan” terorisme dan potret radikalisasi di Indonesia tidak lepas dari masalah kebangsaan, keagamaan,dan kemanusiaan.Terorisme hadir hendak menonjolkan ideologinya untuk ditandingkan dengan konsep-konsep nasionalisme,dasar negara dan ideologi bangsa.
Terorisme mengusung semangat dan gagasan-gagasan ideologis lain yang kemudian bermaksud menggantikan ideologi Pancasila yang telah dimiliki bangsa ini sebagai pandangan hidup dalam berbangsa dan bernegara.
Sebut saja, ideologi yang diusung kelompok teroris adalah ideologi yang mengatasnamakan Islam dengan penafsiran dan pemahaman yang tidak ramah terhadap identitas bangsa serta keberagaman yang dimiliki. Di sinilah konsepsi guru tentang nasionalisme mendesak untuk dimantapkan.
Sekolah adalah palang penjaga dan tembok penghalang munculnya radikalisme dan terorisme. Di sekolahlah sebenarnya fundamen penanaman pada diri anak bangsa untuk cinta pada nasionalisme,agama damai,dan cinta kemanusiaan. Selain itu,wawasan yang luas tentang agama dan keagamaan.
Guru dituntut untuk terus belajar dan memahami agama secara komprehensif dan holistik. Terkhusus dimensi agama tentang moral, akhlak, serta ajaran-ajaran universalitas yang berpihak pada kemanusiaan,kedamaian,toleransi,keterbukaan,dan pluralitas. Pemahaman agama yang sepenggal-sepenggal dan tidak utuh dapat mengantarkan pada pemahaman yang salah.
Guru adalah tempat kembali segala pertanyaan dan “hasrat”mengetahui anak didik, termasuk tempat kembali dalam persoalan-persoalan agama.Guru adalah tempat bertanya anak didik. Guru adalah sumber pengetahuan dan pemahaman anak didik dalam menjawab segala pernak-pernik agama.
Islam misalnya. Selain memuat nilai-nilai moral, akhlak, maupun nilai-nilai universalitas, Islam juga memiliki kekayaan atau seperangkat ajaran yang detail seperti ibadah, akidah, muamalah, hingga bagaimana etika masuk kamar mandi.Dan yang lebih penting lagi, guru mampu memberi pemahaman pada anak didik bagaimana agama turut andil dalam membangun bangsa,keadilan,persamaan, dan keharmonisan dalam kehidupan.
Di samping itu mampu berdampingan dengan agama-agama lainnya dalam payung kebangsaan NKRI yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.

(Sumber: Harian Seputar Indonesia, 04 Oktober 2011)

1 komentar:

  1. Saya Lilik Eka Radiati adalah alumni Taman Dewasa tahu 1974 sedang mencari guru-guru kami tercinta dan juga teman-teman alumni.

    BalasHapus