Selasa, 26 Februari 2013

Perbedaan Guru dari Profesi Lain



Oleh : I Made Sudana (pendidik, Semarang)
Dalam perjalanan pulang ke kampung beberapa waktu lalu, saya ditanya seseorang yang duduk di sebelah. ”Kerja di mana Pak?” Dengan bangga saya menjawab,” Saya guru, Pak.” Sejenak dia terlihat seperti orang terkejut,” O..saya kira Bapak manajer perusahaan,” katanya sambil tersenyum lebar.

Saya pasti tidak bisa menafsirkan arti senyumnya. Dalam hati pun saya berujar,” Emang-nya hanya manajer yang bisa naik pesawat dengan pakaian necis. Guru juga boleh dong.” Ya itu hanya gumaman dalam hati, sebab tidak mungkin saya utarakan secara verbal. Saya sadar bahwa sebagai guru, harus mampu mengendalikan diri, jangan sampai mengomel sembarangan, apalagi dengan orang yang baru dikenal.
Saya lalu berpikir, apakah benar-benar sulit untuk membedakan profesi guru dengan profesi tertentu seperti manajer, dokter, hakim, atau lainnya. Mungkin betul juga bapak tadi, jangan-jangan memang sulit mengidentifikasi ciri khas seseorang yang berprofesi sebagai guru. Polisi, tentara, perawat, atau pramugari mungkin bisa cepat dikenali seragamnya. Guru dilihat dari aspek apanya? Seandainya bertemu Senin pagi mungkin bisa dilihat dari seragam pakaian sipil harian (PSH). Bila itu bukan hari Senin, pasti sulit juga karena sekarang di tiap daerah pada hari-hari tertentu, seluruh guru (kecuali dosen) mengenakan pakaian seragam yang sama dengan PNS lain.
Jika kita sedikit berfilsafat tentang maknanya, guru berasal dari akar kata Sanskerta, yaitu gri yang berarti memuji, dan kemudian berubah menjadi kata kerja gur yang berarti mengangkat, to raise, to lift up, atau to make an effort. Jika dilihat sebagai kata benda, guru berarti master yaitu seseorang yang mampu mengajarkan pengetahuan dalam konteks spiritual. Ternyata kata guru tersusun dari dua suku kata yang berlawanan makna yaitu gu versus ru yang bermakna kemuraman versus keceriaan/ kemahardikaan.
Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan diperjelas oleh Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007, guru sebagai sebuah profesi harus memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan kompetensi sosial. Kompetensi pedagogik; guru harus menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, empational, dan intelektual.
Selain itu, dituntut menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik dan teknik penilaian, mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang diampunya, memanfaatkan teknologi informasi, komunikasi ,dan media untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang mendidik.
Mampu Mengimplementasikan
Kompetensi pedagogik juga mengharuskan guru mampu memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya. Selain itu mampu berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik serta memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.
Dalam kompetensi kepribadian guru dan dosen dituntut bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan mencerminkan budaya nasional Indonesia. Selain itu, harus menampilkan diri sebagai pribadi jujur, berakhlak mulia, serta teladan bagi peserta didik dan masyarakat. Guru dan dosen juga diharuskan menunjukkan etos kerja, tanggung jawab tinggi, rasa bangga menjadi guru, serta rasa percaya diri dan menjunjung tinggi kode etik dan profesi.
Dari gambaran itu, bila kita menghayati makna sesungguhnya falsafah dari kata guru dan mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan, yang mencerminkan empat kompetensi profesional guru, maka sebenarnya tidak akan ada kesulitan bagi orang lain untuk membedakan guru dan dosen dari profesi lainnya.
Atau secara sekilas dalam perjumpaan sesaat, misalnya di bus, kereta api, atau pesawat terbang dan di mana saja, kapan saja, apabila kita mampu menampilkan diri dalam kesederhanaan, sopan, berbudi dan halus dalam bertutur bahasa, cerdas, religius, taat hukum, serta mau serta mampu berbuat baik terhadap sesama, mudah berkomunikasi dengan siapa saja, tidak angkuh, maka kita pasti teridentifikasi berprofesi sebagai guru. 
(Sumber: Suara Merdeka, 22 Oktober 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar