Rabu, 01 Mei 2013

Silsilah Ki Hajar Dewantoro

Mengenal Ki Hajar Dewantara
 Tempat, tanggal lahir dan silsilah keluarga Ki Hajar Dewantara
              Ki Hajar Dewantara Lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889.Terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Ia berasal dari lingkungan keluarga kraton Yogyakarta. Ki Hadjar Dewantara atau Raden Mas Suwardi Suryaningrat, putra dari Pangeran Suryaningrat, cucu dari KGPAA Paku Alam III. Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Semenjak saat itu, ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya.

Pendidikan dan aktivitas dalam organisasi Ki Hajar Dewantara
              Perjalanan hidupnya benar-benar diwarnai perjuangan dan pengabdian demi kepentingan bangsanya. Ia menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda) Kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi tidak sampai tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar antara lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong penulis handal. Tulisan-tulisannya sangat komunikatif, tajam dan patriotik sehingga mampu membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya.

              Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Pada tahun 1908, ia aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo untuk mensosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara.
              Kemudian, bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo, ia mendirikan Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) pada tanggal 25 Desember 1912 yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka.

Prestasi yang pernah diraih oleh Ki hajar Dewantara
              Dalam kabinet pertama Republik Indonesia, KHD diangkat menjadiMenteri Pengajaran Indonesia (posnya disebut sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan) yang pertama. Pada tahun 1957 ia mendapat gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa, Dr.H.C.) dari universitas tertua Indonesia, Universitas Gadjah Mada. Atas jasa-jasanya dalam merintis pendidikan umum, ia dinyatakan sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia dan hari kelahirannya dijadikan Hari Pendidikan Nasional (Surat Keputusan Presiden RI no. 305 tahun 1959, tanggal 28 November 1959).

Keteladanan Ki Hajar Dewantara
              Raden Mas Suwardi Suryaningrat atau Ki Hadjar Dewantara, putera dari Pakualaman Yogyakarta, yang secara intens berupaya menyambung kembali garis tradisi bangsa Indonesia yang terputus dengan kejayaan masa lampau melalui jalur pendidikan. Ki Hadjar dengan perguruan Taman Siswa, yang didirikannya pada tahun 1922, berupaya meletakkan dasar-dasar kebudayaan bangsa dan semangat kebangsaan di dalam gerakan pendidikan yang dilakukan di Jawa, Sumatra, Borneo, Sulawesi, Sunda Kecil, dan Maluku. Semua itu didedikasikan untuk memulihkan harkat dan martabat bangsa dan menghilangkan kebodohan, kekerdilan, dan feodalisme sebagai akibat nyata dari penjajahan. Dalam hal ini, Ki Hadjar Dewantara adalah salah satu di antara sekian putera-puteri terbaik bangsa Indonesia yang telah berupaya menyambung benang merah peradaban bangsa Indonesia yang sempat terputus sekian lama. Dia juga merupakan sosok yang pandai, pekerja keras dan sangat peduli akan pendidikan bangsa Indonesia.
              Pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan memberikan harapan baru untuk kemajuan bangsa Indonesia, bukan hanya pada masa awal kemerdekaan, masa kemerdekaan, dan masa pasca kemerdekaan; tetapi juga ketika bangsa ini mengalami carut-marut pendidikan pada masa reformasi dan globalisasi.
              Ki Hajar Dewantara melihat pendidikan dengan perspektif antropologis, yaitu bagaimana warga masyarakat meneruskan warisan budaya kepada generasi berikutnya dan mempertahankan tatanan sosial. Ki Hajar memandang penting pewarisan budaya ini sebagai cara menyambung kembali peradaban bangsa yang pernah terdistorsi.
              Ki Hajar juga nemikirkan kemajuan budaya bangsa yang harus selalu bertumbuh. Menurut Ki Hadjar, pendidikan merupakan proses akulturasi, dalam oengertian, masyarakat tidak hanya menyerap warisan budaya tetapi juga memadu-kan berbagai unsur budaya tanpa menghancurkan unsur inti atautema utama kebudayaan, dalam hal ini kebudayaan nasional (Cultureel Nationalisme). Ki Hajar Dewantara sangat arif dalam menyikapi pengaruh budaya Barat, dia menganjurkan untuk bersikap selektif terhadap unsur budaya Barat.
              Ki Hajar Dewantara memiliki pemikiran bahwa pendidikan nasional harus berdasarkan pada garis hidup bangsanya dan ditujukan untuk keperluan peri kehidupan, yang dapat mengangkat derajat negeri dan rakyatnya, sehingga bersamaan kedudukan dan pantas bekerjasama dengan lain-lain bangsa untuk kemuliaan segenap manusia di seluruh dunia. Pemikiran ini menunjukkan bahwa Ki Hajar Dewantara adalah seorang yang sangat menghargai pluralisme atau kemajemukan. Dia juga seorang yang berpikiran futuristik.
              Sistem pendidikan nasional yang digagas Ki Hajar Dewantara 50-an tahun yang lalu adalah sistem pendidikan yang tanggap dan mampu menjawab tatanan dunia yang mengglobal, yang dipacu oleh proses pemisahan waktu dari ruang.
              Ki Hajar Dewantara juga memandang penting pendidikan budi pekerti. Menurut dia, pendidikan ala Barat yang hanya berorientasi pada segi intelektualisme, individualisme, dan materialisme tidak sepenuhnya sesuai dengan corak budaya dan kebutuhan bangsa Indonesia. Warisan nilai-nilai luhur budaya dan religiusitas bangsa Indonesia yang masih dihidupi dan dijadikan pedoman hidup keluarga-keluarga di masyarakat Indonesia harus dikembangkan dalam dunia pendidikan. Nilai-nilai luhur tersebut memperlihatkan kearifan budi pekerti yang memperlihatkan harkat dan martabat bangsa.
              Pendidikan dalam konteks pemikiran Ki Hajar tidak cukup hanya membuat anak menjadi pintar atau unggul dalam aspek kognitifnya. Pendidikan haruslah mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki anak seperti daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif). Pendidikan juga harus mampu mengembangkan anak menjadi mandiri dan sekaligus memiliki rasa kepedulian terhadap orang lain, bangsa, dan kemanusiaan. Dengan demikian, pendidikan akan mampu membawa anak menjadi seorang yang humanis dan lebih berbudaya.
              Ki Hajar Dewantara melalui pemikiran-pemikirannya, meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional yang bercirikan kebangsaan dan kebudayaan nasional. Dia berupaya membangun kembali kesadaran bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, bermartabat, dan berperadaban tinggi setara dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Dialah Bapak Pendidikan Nasional yang pemikiran-pemikirannya patut dipertimbangkan kembali untuk mengatasi carut-marut pendidikan nasional pada era reformasi dan globaklisasi sekarang ini.
              Ki Hajar Dewantara meninggal dunia di Yogyakarta tanggal 26 April 1959 pada usia 69 tahun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar